Selasa, 12 September 2017

PEMILU SEBAGAI SARANA PESTA DEMOKRASI DI INDONESIA


A.    LATAR BELAKANG MASALAH

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara.

Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politicayang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, legislatif dan yudikatif ) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas  dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan sistem politik demokrasi. Demokrasi yang diterapkan di Indonesia mempunyai slogan yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Salah satu sarana dari sistem politik demokrasi di Indonesia yaitu Pemilihan Umum(Pemilu). Pemilihan umum merupakan wujud dari kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat. Pemilihan umum di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asal “Luber” sudah ada sejak zaman orde baru. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil.

Di Indonesia, pemilihan umum (pemilu) adalah proses pemilihan orang(-orang) untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala kepala desa.Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata ‘pemilihan’ lebih sering digunakan.

Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik. Hal inilah yang membuat penulis ingin mengetahui bagaimana jalannya demokrasi dalam pemilu di Indonesia.
B.    RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini ialah:

1.     Bagaimana proses berjalannya demokrasi dalam pemilu?

2.     Bagaimana pengawasan berjalannya demokrasi dalam pemilu?


 PEMBAHASAN

1. Proses berjalannya demokrasi dalam pemilu di Indonesia.

Perubahan politik besar yang terjadi pada tahun 1998 yang ditandai oleh lengsernya Presiden Soeharto mempunyai implikasi yang luas, salah satu diantaranya adalah kembalinya demokrasi dalam kehidupan politik nasional.

Pemilu yang betul-betul LUBER berlangsung pada tahun 1999 dan diikuti oleh 48 parpol. Demokratisasi ini membawa konsekuensi pola relasi antara Presiden dan DPR mengalami perubahan cukup mendasar. Jika pada masa lalu DPR hanya menjadi tukang stempel, masa kini mereka bertindak mengawasi presiden. Disini dicoba dilansir suatu model atau format politik yang tidak lagi executive heavy (atau bahkan dominan ) seperti pada masa Orde Baru, tetapi juga tidak terlalu legislative heavy seperti pada masa orde lama atau masa Demokrasi Parlementer yang sudah menjadi stigma negatif.[1]

Jatuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998 yang kemudian digantikan oleh Wakilnya BJ Habiebie memulai babak baru dalam proses demokratisasi di Indonesia. Tidak adanya legitimasi dari para anggota legislatif produk pemilu 1997 pada mas Orde Baru mengakibatkan banyaknya tuntutan untuk segera melaksanakan pemilu pada saat itu.

BJ Habiebie sebagai pengganti Soeharto secara konstitusional kemudian memiliki tugas utama yakni menyelenggarakan pemilu. langkah awal Habiebie pada saat itu adalah membentuk Tim Tujuh yang bertugas untuk mempersiapkan pemilu secara segera. Selain itu juga, Golkar yang merupakan produk kekuasaan Orde Baru kemudian memepersiapkan diri menjadi partai politik baru, serta perpecahan PPP menjadi banyak partai pada saat itu merupakan langkah awal dari proses demokratisasi di Indonesia.

Selama pemerintahan Orde Baru bangsa Indonesia telah menjalakan Pemilihan Umum, diawali dari tahun 1966 hingga tahun 1997 telah diadakan 6 (enam) kali pemilihan umum secara berkala, yakni berturut-turut dari tahun 1971, tahun 1977, tahun 1982, tahun 1987, tahun 1992 dan tahun 1997, begitu pula pada era reformasi telah diselenggarakan pemilihan umum yang diikuti oleh multipartai tanggal 7 Juni 1999 dan pemilu berikutnya pada tanggal 5 April 2004. Terkait dengan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 1999 rakyat hanya memilih mereka di lembaga parlemen, setelah itu barulah anggota MPR yang memilih Presiden dan Wakil Presiden. Bergulirnya gerakan reformasi telah melahirkan beberapa perubahan, termasuk dalam soal penyelenggara pemilu tahun 1999. Sistem multi partai pemilu 1999 ternyata benar-benar membuktikan bahwa rakyat Indonesia sebelumnya terbelenggu aspirasi politiknya, karena dalam perjalanannya partai politik yang sudah ada tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, partai-partai yang sudah ada hanya mempertahankan status quo saja.

Munculnya banyak partai politik dengan segmen dan ideologi yang beragam membuktikan bahwa rakyat Indonesia sebenarnya tidak buta politik meskipun sistem pemilunya masih proporsional tanpa menyertakan nama calegnya dalam kartu suara, tetapi pemilu pada masa reformasi menjadi ajang kompetisi yang cukup sehat bagi para kontestan pemilu. Dari segi kelembagaan pelaksanaan pemilu 1999 mengawali sebuah pemilu yang mendekati demokratis, dengan adanya Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang di dalamnya mempresentasikan golongan pemerintahan dan partai politik. Selain itu, terdapat juga lembaga pengawas pemilu dan lembaga pemantau pemilu non partisan yang bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan pemilu.

Dari pelaksanaan pemilu tahun 1999 ini dapat dikatakan merupakan langkah awal meunuju proses demokratisasi di Indonesia, karena mengingat sebelumnya yakni pada masa orde baru partai politik yang menjadi kontestan pemilu hanya 3 partai saja, akan tetapi pada tahun 1999 begitu banyak partai politik yang ikut serta. System pemilu dan pelembagaan pemilu juga berlangsung transparan dan dapat mencerminkan langkah awal menuju Negara yang demokratis. Satu hal juga bahwa dalam pemilu 1999 terdapat lembaga pengawasan pemilu yang walaupun dengan kekurangannya, hal ini merupakan cerminan dari keinginan masyarakat akan terwujudnya pemilu yang jujur, adil, akuntabel serta memunculkan pemimpin sesaui dengan harapan masyarakat.

Pemilu selanjutnya dilaksanakan adalah pada tahun 2004. Pemilu tahun 2004 ini mempunyai makna yang sangat strategis bagi masa depan bangsa Indonesia karena merupakan momentum ujian bagi kelanjutan agenda reformasi dan demokratisasi. Apabila pemilu sistem multipartai pada 1999 menandai berlangsungnya transisi demokrasi, maka pemilu tahun 2004 diharapkan menjadi momentum pulihnya kedaulatan rakyat, tegaknya pemerintahan yang bersih serta bebas korupsi, dan berakhirnya krisis bersegi-banyak yang dialami bangsa Indonesia.

Berbeda dengan pemilu pada tahun 1999, pemilu pada tahun 2004 dari segi kelembagaan pemilu ada perubahan, komposisi Komisi Pemilihan Umum tidak lagi seperti pemilu 1999. Komisi Pemilihan Umum berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2003 tidak lagi menyertakan wakil-wakil dari partai politik dan pemerintah. Selain itu, Komisi Pemilihan Umum memiliki kewenangan yang sangat besar baik kewenangan menyiapkan dan melaksanakan pemilu dari segi prosedur juga harus menyediakan logistik pemilu, kewenangan yang besar itu sebenarnya dalam praktiknya dapat berakibat pada terganggunya kinerja Komisi Pemilihan Umum, selain juga tugas menyiapkan daftar pemilih yang tidak di dapatkan dari Departemen Dalam Negeri. Sistem kepartaian pada pemilu tahun 2004 memang menawarkan banyak pilihan pada rakyat dan rakyat cukup kritis dalam menjatuhkan pilihannya, meskipun pemilu tahun 2004 diwarnai oleh berbagai kerumitan, tetapi secara umum sistem pemilu tahun 2004 lebih baik dibandingkan pemilu sebelumnya. Pemilih dapat menentukan sendiri pilihannya baik pilihan partainya maupun pilihan wakil-wakilnya, sistem pemilihan dengan memilih partai, calon legislatif, calon Presiden dan Wakil Presidennya dapat menciptakan kontrol yang kuat dari rakyat terhadap wakilnya di lembaga legislatif maupun eksekutif, sehingga nantinya wakil yang dipilih secara langsung oleh rakyat akan mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara

Pemilihan langsung Presiden dan Wakil Presiden yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 setelah perubahan maupun dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 merupakan masalah yang benar-benar baru bagi bangsa Indonesia. Pemilu tahun 2004 telah membawa Indonesia memasuki babak baru dalam perpolitikan nasional, bahwa pemilihan langsung pada pemilu kali ini merupakan perkembangan politik yang sangat besar. Dengan adanya pemilihan langsung oleh rakyat pasca pemilu tahun 2004, maka Presiden secara politik tidak akan bertanggungjawab lagi kepada MPR melainkan akan bertanggungjawab langsung kepada rakyat yang memilih Presiden.

Dengan suksesnya pelaksanaan pemilihan umum tahun 2004 dan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden yang merupakan hasil dari pemilu yang dilaksanakan secara langsung oleh masyarakat, merupakan wujud dari berhasilnya proses demokratisasi di Indonesia. Pelaksanaan pemilu tahun 2004 yang sangat sulit dan rumit, yang bahkan mungkin saja tersulit yang pernah ada di dunia dapat dilaksanakan di Indonesia dengan tanpa ada konflik serta perpecahan, mengingat Indonesia pada saat itu masih berada dalam transisis demokrasi. Pemilu 2004 lah menurut saya merupakan tonggak demokratisasi di Indonesia yang kemudian tinggal diteruskan melalui pemilu-pemilu selanjutnya dengan penyempurnaan disana-sini yang dianggap masih kurang. Aspek actor-aktor politik yang ada pada saat itu serta aspek kelembagaan pada pemilu 2004 yang oleh banyak pihak akan gagal menyelenggarakan pemilu pada saat itu terbantah dengan suksesnya pemilu 2004 dilaksanakan. Maka dapat dikatakan bahwa bangsa ini dalam konteks pemilu telah sukses berdemokrasi melalui pelaksanaan pemilu tahun 2004.

Pemilihan umum tahun 2009 merupakan pemilihan umum kedua yang tetap menerapkan pemilihan langsung terhadap presiden dan wakil presiden. Secara kualitatif pilpres 2009 memang masih banyak kelemahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan yang disebabkan oleh berbagai faktor. Pertama, kelemahan berada pada Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 yang mengatur Pilpres. UU itu dinilai terlalu cepat mengakomodasi penggunaan Nomor Induk Kependudukan sebagai salah satu persyaratan penyusunan daftar pemilih. Sementara administrasi kependudukan masih belum tertib. UU Pilpres ini juga dinilai tidak memberikan kekuatan kepada Badan Pengawas Pemilu beserta jajarannya, sehingga pengawasan tidak berjalan efektif. Selain itu, UU Pilpres juga tidak mengakomodasi kemungkinan penggunaan Kartu Tanda Penduduk dan paspor bagi warga negara yang memenuhi persyaratan hak pilih, yang tujuannya menurut KPU adalah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekacauan dalam DPT, padahal sebenarnya DPT yang dipakai masih merupakan lanjuta data dari Pemilu 2004. Kelemahan kedua, KPU sebagai penyelenggara pemilu presiden terlalu mudah dipengaruhi oleh tekanan publik, termasuk oleh peserta pemilu. Sehingga, terkesan kurang kompatibel dan kurang professional serta kurang menjaga citra independensi dan netralitasnya. Kelemahan ketiga, datang dari kesadaran hukum warga negara untuk menggunakan hak pilihnya, termasuk mengurus terdaftar dan tidaknya dalam DPT dan DPS, sehingga jumlah warga negara yang mempunyai hak pilih dan bahkan terdaftar dalam DPT namun tidak menggunakan hak pilihnya masih cukup banyak. Kemudian kelemahan terakhir, budaya ‘siap menang dan siap kalah’ dalam pemilu secara elegan belum dihayati oleh peserta pemilu beserta para pendukungnya.

2.     Pengawasan berjalannya demokrasi dalam pemilu

Penyelenggaraan pemilu yang demokratis seharusnya  dijalankan sesuai dengan asas pemilu  yang dianut Indonesia yaitu LUBER DAN JURDIL. Agar asas pemilu LUBER dan JURDIL dapat terlaksana dilakukan pengawasan. Pengawasan tersebut bukan hanya dilakukan oleh Panwaslu saja, kita juga harus berperan dalam pengawasan tersebut.  Masyarakat dapat melakukan pemantauan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses berjalannya demokrasi/Pemilu. Pemantauan langsung bisa dilakukan pada saat proses demokrasi berlangsung misalnya dalam proses pencoblosan, penghitungan, pendistribusian suara. Serta pemantauan tidak langsung yang dilakukan dalam proses pra demokrasi berlangsung misalnya, pemasangan media/atribut kampanye.[2]


KESIMPULAN

Pemilihan umum merupakan sarana /cara untuk memilih wakil-wakil yang akan duduk dalam pemerintahan dan menjalankan roda pemerintahan dalam kurun waktu tertntu.Pemilu yang demokratis dapat dilakukan jika antara peserta pemilu dan pemilih melakukan sesuai dengan asas LUBER DAN JURDIL.

Pemilu sebagai sebuah lembaga dan praktik politik didalam Negara demokratis memang menjadi sebuah keharusan. Indonesia sebagai sebuah bangsa yang telah melaksanakan pemilu yang didorong demokratis sebanyak 3 kali setelah bergulirnya reformasi ternyata dalam praktiknya mengalami kemunduran yang signifikan pada pemilu ketiga yang dilaksanakan pada tahun 2009. Kemunduran ini dapat dilihat dari pelembagaan, kebijakan, serta manajemen pemilu yang terlihat kirang professional. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat keberhasilan pemilu 2004 seharusnya dapat menjadi modal awal bagi suksesnya pelakasanaan pemilu 2009. Peran elit politik bangsa ini tentu sangat dibutuhkan dalam konteks yang positif untuk menjaga lancarnya proses demokratisasi di Indonesia melalui pemilu, bukan malah kemudian menjadikan pemilu serta pelembagaan pemilu itu sendiri tempat bertarung para elit politik yang dapat mengakibatkan kemunduran bagi proses demokratisasi di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam,  Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif konstitusi, cetakan pertama, Total Media, Yogyakarta, 2009.

Mashudi, Pengertian-pengertian Mendasar Tentang Kedudukan Hukum Pemilihan Umum di Indonesia Menurut UUD 1945, Bandung, Mandar Maju, 1993.

Syamsudin Harris: “Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru”, Jakarta, yayasan obor Indonesia, 1998.

 


[1] Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif konstitusi, cetakan pertama, Total Media, Yogyakarta, 2009. hlm. 98.
[2] Dahlan Thaib, Ketatanegaraan Indonesia, Perspektif konstitusi, cetakan pertama, Total Media, Yogyakarta, 2009, hlm. 98.



PEMILU SEBAGAI SARANA PESTA DEMOKRASI DI INDONESIA

A.     LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedau...